Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
HEIJAKARTA.COM – Eksepsi atau nota pembelaan Johnny Plate yang dibacakan di awal persidangan 4 Juli 2023, mengungkap informasi penting.
Kejaksaan Agung harus menanggapi eksepsi tersebut dengan serius. Karena eksepsi tersebut mengandung arti sangat mendalam.
Apakah Johnny Plate master mind korupsi BTS 4G BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)? Atau hanya operator?
Baca Juga:
Anak Buah Basah Pimpinan Juga Harus Basah, Prabowo Hujan-hujanan Susuri Pasukan Upacara
Prabowo Jamu Makan Malam Para Pimpinan Negara Undangan di Istana, Apresiasi Kehadiran di Pelantikan
Presiden Prabowo Subianto Umumkan Daftar Lengkap Kabinet Merah Putih, Menteri dan Pimpinan Lembaga
Dalam eksepsinya, Johnny Plate menyebut proyek BTS 4G BAKTI merupakan arahan dari Presiden Jokowi.
Apa artinya? Kenapa Presiden harus memberi arahan? Apa karena belum ada anggarannnya?
Baca artikel lainnya di sini:
Logikanya, kalau sudah ada anggarannya di APBN 2020, maka presiden tidak perlu lagi memberi arahan. Karena proyek yang sudah ada anggarannya wajib dilaksanakan.
Baca Juga:
Prabowo Subianto Suarakan Dukungan untuk Kemerdekaan Palestina saat Pidato Pertama sebagai Presiden
Seǰumlah Duta Besar Negara Sahabat Sudah Konfirmasi akan Hadiri Pelantikan Presiden Terpilih Prabowo
Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong Terima Golden Visa Pertama dari Presiden Jokowi
Selanjutnya, pengacara Johnny Plate, Dion Pongkor, mengatakan, pengadaan BTS 4G periode 2020-2022 merupakan penjabaran pelaksanaan arahan Presiden yang disampaikan dalam berbagai rapat terbatas dan rapat internal kabinet.
Pertama, Presiden minta percepatan transformasi digital bagi pelaku UMKM, yang disampaikan dalam rapat 12 Mei 2020, setelah pandemi, melalui konferensi video.
Apa arti percepatan? Percepatan berarti anggaran belum ada, jadi harus cari sumber dananya?
Kedua, Presiden Jokowi berbicara tentang peta jalan pendidikan tahun 2020-2035, disampaikan pada rapat terbatas kabinet 4 Juni 2020.
Baca Juga:
LPA Kota Lubuklinggau Berikan Penghargaan Spesial kepada Wamenaker RI dengan Gelar Adat
Piala Asia 2024, Prabowo Subianto Doakan Timnas Indonesia Menang Tanding Lawan Timnas Korsel
Prabowo Subianto Dapat Ucapan Selamat Sebagai Presiden Terpilih dari Menlu AS Anthony J Blinken
Dion Pongkor tidak menyinggung relevansi peta jalan pendidikan dengan proyek BTS 4G BAKTI: apakah perlu dipercepat, meskipun tidak ada anggaran?
Ketiga, Presiden kembali menyinggung pengadaan infrastruktur komunikasi dalam rapat kabinet 29 Juli 2020 di Istana Merdeka.
Kali ini Presiden menjelaskan, ada penambahan ruang fiskal sebesar Rp179 triliun, di mana Rp38 triliun untuk pendidikan, dan Rp 9 triliun untuk kesehatan.
Sisanya sekitar Rp 131 triliun belum tahu penggunaannya, tetapi hanya boleh dipakai untuk 3 hal, yaitu untuk urusan terkait pangan, kawasan industri, dan ICT (Information and Communication Technology).
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Kemudian Presiden minta Menteri Kominfo menyampaikan satu lembar daftar kebutuhan investasi infrastruktur telekomunikasi, dan anggaran yang dibutuhkan.
Arahan Presiden juga eksplisit dinyatakan di dalam BUKU III Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahun ANGGARAN 2022:
“Anggaran Kemenkominfo pada tahun 2021 tersebut digunakan dalam rangka mendukung arahan Presiden untuk melaksanakan percepatan transformasi digital antara lain untuk penyediaan infrastruktur TIK dan ekosistem digital.”
Berdasarkan eksepsi Johnny Plate dan penjelasan Dion Pongkor, dapat disimpulkan, tidak ada rincian dan jumlah anggaran untuk percepatan proyek BTS 4G BAKTI hingga 4 Juni, bahkan 29 Juli 2020, kecuali yang sudah masuk APBN 2020.
Meskipun pemerintah sudah revisi dua kali postur dan rincian APBN 2020 (UU Nomor 20 tahun 2019) dua kali, melalui Perpres No 54/2020 (3 April 2020) dan Perpres Nomor 72/2020 (24 Juni 2020).
Perlu menjadi catatan, kedua Perpres perubahan APBN tersebut tidak melalui persetujuan DPR, yang mana bertentangan dengan konstitusi Pasal 23, bahwa APBN harus ditetapkan dengan undang-undang, setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Perpres No 54/2020 (3 April 2020) membuat defisit anggaran naik dari Rp307 triliun menjadi Rp853 triliun. Perpres No72/2020 (24 Juni 2020) membuat defisit anggaran naik lagi menjadi Rp1.039 triliun (6,34 persen dari PDB).
Kenaikan defisit anggaran diduga membuat ruang fiskal bertambah Rp197 triliun, seperti dimaksud dengan pernyataan Presiden?
Meskipun belanja negara naik tajam, dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.739 triliun, tetapi tidak ada rincian anggaran sampai ke fungsi, organisasi dan program seperti diwajibkan UU Keuangan Negara.
Artinya, pemerintah bebas melakukan realokasi mata anggaran, sesukanya, atau sesuai kebutuhannya.
Menurut Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Tahun 2020, anggaran BTS 4G BAKTI Kominfo ditetapkan Rp3,17 triliun, dan diproyeksikan kurang lebih sama untuk tiga tahun ke depan, 2021, 2022, 2023 (Buku III, Himpunan RKA, Formulir II, hal. 49).
Pandemi Covid-19 meledak akhir Februari 2020. Musibah dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.
Anggaran BAKTI Kominfo menggelembung, tanpa perlu persetujuan DPR, tanpa perlu diperinci, hanya difasilitasi PERPPU No 1 Tahun 2020 / UU No 2 Tahun 2020 tentang Pandemi Covid-19.
Anggaran Kominfo direvisi, sangat mudah sekali, cukup dengan mengisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Anggaran BTS 4G BAKTI 2020 membengkak dari Rp3,17 triliun menjadi Rp5,5 triliun (realisasi), atau Rp2,33 triliun di atas anggaran APBN 2020 (Audit LKPP BPK, Lampiran 2.A, Hal. L.2).
Bahkan anggaran BTS 4G BAKTI melonjak menjadi Rp10,9 triliun pada 2021. Ambles pula. Luar biasa. Aji Mumpung?
Kenaikan belanja BTS 4G BAKTI tersebut, tidak bisa tidak, berasal dari dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), yang merupakan bagian dari penanggulangan Covid-19? Tetapi amblas dikorupsi.
Untuk itu, hukumannya, harusnya, sangat berat. Bisa kena Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, dengan ancaman hukuman mati.
Oleh karena itu, Kejaksaan Agung harus mendalami pernyataan Johnny Plate dan pengacaranya, siapa aktor intelektual sebenarnya yang membuat anggaran BTS 4G BAKTI menggelembung, dengan cara (terindikasi kuat) melanggar konstitusi.
Kejaksaan Agung juga harus mendalami, apakah ada korelasi pembengkakan anggaran BAKTI Kominfo dengan arahan Presiden?
Apakah ada oknum di sekitar Presiden yang memanfaatkan situasi tersebut?
Karena, menurut informasi publik, Johnny Plate hanya menerima aliran korupsi Rp17 miliar.
Jumlah korupsi ini sangat kecil dan janggal, karena jauh lebih kecil dari yang diterima, misalnya, Windu Aji atau Dito Ariotedjo.
Kalau Johnny Plate sebagai aktor tunggal, sebagai inisiator korupsi, dengan mudah dia bisa memperkaya dirinya bergelimang ratusan miliar rupiah.
Karena, setiap satu persen dari anggaran proyek Rp10 triliun, setara dengan Rp100 miliar.
Kalau dia minta komisi 5 persen, maka dapat Rp500 miliar. Kenapa tidak dilakukan?
Itulah kejanggalan yang harus dibongkar oleh Kejaksaan Agung: Apakah Johnny Plate master mind atau penggagas korupsi ini?
Atau dia hanya operator dan pengguna anggaran saja, yang kecipratan Rp17 miliar?
Kejahatan BTS 4G BAKTI ini sangat tidak nomal, dilakukan di masa pandemi. Mungkin masuk kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime)?
Maka itu, Kejaksaan Agung harus bisa bongkar misteri BTS 4G BAKTI yang luar biasa ini. Rakyat menunggu dan mengawasi.*